Poka
dan Beka adalah dua ekor bebek yang masih muda. Umur keduanya sepantaran dengan
manusia yang sedang dalam masa ABG. Si Poka sendiri umurnya sedikit lebih tua
dibanding Beka, selisih 3 bulan.
Meskipun
masih muda, kedua bebek tua (kalau manusia kan orang tua, berarti kalau bebek
ya bebek tua, hehehe) mereka sudah meminta Poka dan Beka untuk hidup sendiri.
Bukan apa-apa. Dibanding kelima saudara mereka yang lain, Poka dan Beka
ternyata memiliki sifat yang kurang baik, yaitu suka curiga dan sinis terhadap
binatang yang lain. Agar keduanya bisa sadar dan berubah, bebek tua mereka
menyuruh Poka dan Beka untuk mendirikan rumah sendiri dan hidup mandiri.
Pinggir
sungai adalah tempat yang dipilih oleh Poka dan Beka. Selain nyaman, juga dekat
dengan sumber makanan dan air. Kebetulan, tempat yang mereka berseberangan
dengan rumah kayu milik Bu Beri Berang-berang.
Suatu
hari, dari balik jendela, Beka melihat Soni Semut membawa sebuah kotak ke rumah
Bu Beri.
Kotaknya
besar. Cukup untuk memasukkan Horas ke dalamnya. Sedang bagian luarnya
terbungkus oleh kain berwarna hitam.
‘Hei
Poka, coba lihat itu”, panggil Beka.
Poka
yang sedang menggunting kukunya berhenti dan melangkah menuju jendela.
“Apaan
sih?”
“Itu”,
tunjuk Beka dari balik korden, “kotak hitam itu. Kira-kira apa ya isinya?”
“Wah,
gede banget”, ujar Poka, terkejut. “Jangan-jangan isinya sampah tuh!”
“Kok
sampah?”. Beka kebingungan.
“Coba
ingat, si Soni itu kan tinggalnya dekat pembuangan sampah hutan ini.”, Poka
menjelaskan teorinya dengan serius. Tangannya ia letakkan ke belakang, persis
seperti seorang profesor yang sedang berpikir. Lanjutnya, “Pasti itu isinya
sampah-sampah yang sudah busuk, trus ia kumpulkan dan masukkan ke dalam kotak
agar tidak bau.”
Di
seberang tampak Soni sedang meletakkan kotak tersebut di ruang tamu Bu Beri.
“Hmmm,
bisa jadi”, Beka mengangguk-anggukkan paruhnya. “Dan jangan-jangan, Bu Beri itu
punya hobi ngumpulin sampah. Dia kan tinggal sendirian sekarang, siapa tahu
karena nganggur jadinya punya hobi aneh.”
“Ih,
jorok juga ya”, Poka menjawab dengan raut muka jijik.
Dari
luar terdengar suara pintu rumah Bu Beri ditutup. Tampaknya Soni Semut sudah
pulang, meninggalkan kotak hitam tersebut di rumah Bu Beri.
***
Tiga
hari sudah berlalu sejak kotak hitam itu datang. Setiap hari, Poka dan Beka
mengamatinya secara diam-diam dari seberang sungai. Meskipun tidak begitu jelas
karena terhalang korden rumah bu Beri, tampak bahwa bu Beri sibuk sekali dengan
isi kotak hitam tersebut.
Sesekali
Soni mampir dan mereka berdua terlihat antusias sekali mendiskusikan sesuatu.
Selama
tiga hari itu pula, Poka dan Beka tak henti-hentinya menduga-duga dan berasumsi
mengenai “sampah” yang ada di dalam kotak hitam tersebut. Prediksi mereka yang
terbaru, Bu Beri dan Soni sedang berkonspirasi untuk mengumpulkan sampah-sampah
terbusuk dari seluruh penjuru hutan, dan sedikit demi sedikit mengubah hutan
mereka menjadi hutan sampah!
***
Keesokan
harinya, dengan diantar oleh Kaka Kancil, Bu Beri menyeberangi sungai dan
menuju ke rumah Poka dan Beka. Poka, yang sedang asik berjemur di atap rumah,
kaget melihat kedatangan mereka berdua. Buru-buru ia menyusup masuk ke dalam
rumah, menutup dan mengunci pintu dan jendela, serta menyuruh Beka untuk
bersembunyi.
“Aku
tidak menyangka kalau Kaka sekarang ikut bersekongkol dengan Bu Beri. Mereka ke
sini pasti ingin mengajak kita untuk bergabung dengan organisasi menjijikkan
mereka itu. Ih, amit-amit deh.”, bisik Poka pada Beka dari balik kulkas, tempat
keduanya bersembunyi.
Beka
mengangguk, tanda setuju.
Tok.
Tok. Tok.
Poka
dan Beka menahan nafas mendengar suara pintu diketok.
Tok.
Tok. Tok.
Tok.
Tok. Tok.
Tok.
Tok. Tok.
Kaki
Beka mulai kesemutan.
Tok.
Tok. Tok.
“Hmmm,
sepertinya mereka sedang tidak ada di rumah”, samar-samar terdengar perkataan
Kaka kepada bu Beri.
“Iya,
kalau begitu sebaiknya kita kembali saja.”, jawab bu Beri.
Sejurus
kemudian terdengar suara langkah-langkah kaki menjauh.
“Phew”,
ujar Beka sambil melemaskan kaki-kakinya. “Akhirnya mereka pergi juga. Hampir
saja kita terjerumus ke dalam kelompok sampah itu.”
Poka
mengintip dari balik jendela, menatap perahu yang dinaiki Kaka dan Bu Beri
menjauh.
“Iya,
untung saja tadi mereka tidak melihatku di atap.”, ujarnya, lega. “Tidur siang
saja yuk, malas aku memikirkan sampah-sampah itu”.
“Yukkkk”.
***
Beberapa
jam kemudian Beka terbangun. Terdengar suara ramai dari seberang sungai. Ia
meloncat dari tempat tidur dan menuju ke jendela.
Tampak
rumah Bu Beri terang benderang. Ramai. Binatang-binatang hutan sedang berkumpul
di sana. Mereka asik mengobrol, tertawa, dan menyanyi. Di sisi kanan, bu Tutul
Macan dan kak Boni Ulat sibuk menyiapkan makanan yang harumnya terasa sampai ke
hidung Beka. Di sisi kiri, Kuri Kura bernyanyi dengan lantang sambil diiringi
petikan gitar Kaka Kancil.
Beka
sejenak bengong.
18
detik kemudian ia tersadar, dan bergegas membangunkan Poka.
“Poka,
Poka, cepat bangun”.
“Apa
sih”, jawab Poka sambil cemberut.
“Itu
lihat, di rumah Bu Beri”
Mendengar
kata kunci ‘Bu Beri’, Poka langsung loncat dari tempat tidurnya dan berlari ke
arah jendela.
“Hah,
ada apa itu???”, giliran Poka yang bengong.
Di
seberang, Bu Beri keluar dari dalam rumahnya sambil membawa kotak besar hitam.
“Ayo
semuanya kumpul sini”, teriaknya lantang sambil tersenyum.
Setelah
semua binatang berkumpul mengelilingi bu Beri dan kotak hitamnya, Soni Semut
tiba-tiba muncul dari balik kotak dan berkata, “Teman-teman, berhubung sekarang
adalah hari ulang tahunku dan Bu Beri, yang kebetulan tanggalnya sama, maka
kita berdua memutuskan untuk memberikan kado kepada seluruh penghuni hutan!!!”
Seluruh
binatang bersorak dan bertepuk tangan. Saking semangatnya bertepuk tangan, Kuri
Kura bahkan sampai terjengkang ke belakang.
“Dan
terimalah kado dari kami berdua”, ujar Bu Beri Berang dan Soni Semut sembari
menggulingkan kotak hitam tersebut.
Poka
dan Beka tercekat. Tidak sadar, keduanya berpengangan tangan dan bergumam,
“Pasti sampah… pasti sampah.. pasti sampah…”
Kotak
terguling. Tutupnya terlepas dan menggelinding, diiringi dengan tumpahnya
puluhan bahkan ratusan mainan yang sudah dibungkus kado manis dari dalam kotak.
“Horeeeee!!!!”,
sorak penghuni hutan.
Sekali
lagi, Poka dan Beka bengong.
***
Malam
itu Poka dan Beka terdiam. Sejak melihat mainan-mainan yang ada di dalam kotak
hitam bu Beri, mereka tidak bercakap-cakap apapun. Masing-masing sibuk dengan
penyesalannya.
Tok.
Tok. Tok.
Tiba-tiba
terdengar suara ketokan di pintu.
Beka
dan Poka berpandangan. Bingung.
“Anak-anak,
kalian ada di rumah?”, terdengar suara Bu Beri dari balik pintu.
Kedua
bebek kecil itu tersenyum dan langsung berlomba membukakan pintu bagi Bu Beri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar