Header

Header
Dunia ini gelap. Carilah penerang. yaitu Ilmu Pengetahuan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Kamis

DALAM KUASAMU


DALAM KUASAMU
dalam diam ku termangu
 dalam hati ku terpaku
 segala cara telah ku lakukan
 semua doa telah ku panjatkan
 apalah dayaku akan kuasamu
 apalah artiku bagi kebesaranmu
 andai dapat ku mengeluh dan syariatmu membenarkan sudah jauh0jauh hari aku berkeluh kesah akan garis yang kau tentukan
 aku sungguh tak punya banyak sabar hadapi takdirmu
 meski begitu aku percaya akan kuasamu tiada tak tertanding
 dalam sepetiga malamku tak satupun terlewati
 dalam dhuhamu aku menghadapmu
 namun apa yang salah dariku
 entah dosa apa yang menahanku untuk mendapatkan berkah darimu
 ya allah meski dalan gamang hatiku detak
 lisanku bergetar dan hatiku mendua
 ku yakin akan kuasamu kelak kerkahmu akan menghampiriku

INDONESIA DALAM PUISI



Di layar kaca, saya menyaksikan berita-berita yang bukan saja membosankan tapi juga membuat saya merenung. Adakah Indonesia ini masih punya sukma ? Adakah Indonesia ini masih melekat budi pekerti ? Adakah Indoensia ini masih punya tanah air ? Dan sejumlah pertanyaan lainnya yang tak mampu saya jawab !
Hampir setiap detik berita korupsi, tawuran kelompok, narkoba dan lain-lainnya. Hampir tak pernah disuguhi berita-berita yang membuat hati kita teduh dan nyaman. Dan menariknya, koruptor-koruptor itu ketika disorot kamera pewarta malah tersenyum. Seolah-olah tidak ada kesalahan yang dilakukannya. Malah seolah-olah seperti malaikat yang datang dari kayangan (?).
Berita perang kelompok di Papua, di mana polisi berdiri di tengah-tengahnya seolah-olah seperti patung yang tak mampu berbuat apa-apa. Sungguh pemandangan ini membuat saya ‘malu’ jadi orang Indonesia.
Rasa malu inilah yang membuat saya menulis puisi. Puisi yang mungkin tidak punya arti bagi banyak orang. Tapi bagi saya puisi ini adalah pengejawantahan kesedihan, kegamangan, dan beban batin bagi anak negeri ini yang masih memiliki hati sanubari bangsa.
Saya tak yakin dengan sebuah puisi bisa mengubah Indonesia menjadi negeri yang bermartabat, negeri yang bisa berdiri dengan kepala tegak kemudian berseru kepada dunia : Ini Aku (negeri yang mampu berdiri sendiri dan tak perlu berlutut untuk minta bantuan ! Korupsi, No ! Perang kelompok, No ! Kemiskinan, No ! kebodohan, No !)
Ketika kepala telah tegak ke langit, maka saya tak perlu lagi menulis puisi seperti ini:
Negeri debu
 Kaulah itu ?
 Berselimut dusta
 Dan kepalsuan
 Hatimu penuh jamur
 Tubuhmu tularkan aroma
 tak sedap
 Dan aku malu !
***
 Apa yang ingin saya dialogkan dan menjadi renungan kita bersama. Hanya satu: dengan puisi, Indonesia
 masih punya sukma.*

Tarakan, 22 Juni 2012.