APATIS
Asaku pudar
Tenggelam dalam kelam malam
Tak ada bintang
Tak ada kasih sayang
Sementara kelelawar malam terbang tinggalkan sarang
Dan…rembulanpun tak kuasa pantulkan sinar
Bersama dengan nyanyian syetan yang melolong
Menyumbat nurani, mengikis Iman
Ada kegamangan dalam kalbu
Rasa apatis yang tidak bertepi
Menebar racun pesimis ke pelosok otak
Dan keangkuhan tinggal keangkuhan
Cahayaku lekang
Terkikis oleh manisnya dosa
Yang terwujud dalam gelimang tubuh perempuan telanjang
Aku hilang diri
Hanya desah nafsu yang terus kuasai jiwa
Sementara aku tak tahu kapan akhir dari semua itu
Yang ada hanya hasrat untuk mengulang
Dan terus mengulangi hangatnya dosa
Berkelana mengumbar angkara, menebar benih-benih api neraka
Akankah Tuhan mau menerimaku ?
Hamba penuh noda dosa
Sementara jauh dalam nuraniku
Ada pengharapan atas ampunan Tuhanku
Sembari terus menikmati indahnya dosa-dosa
Mungkinkah itu ?
Aku ingin taubat
Tapi kenapa aku tiada daya
Atau
Apakah aku sudah tersurat menjadi
Calon penghuni neraka ?. Na’udzubillah mindzalik
CINTA
Ketika alam bercerita tentang cinta
Mentaripun riang pancarkan sinarnya
Dan kicau burung mengiringi setiap senyumnya
Ketika Adam menyatakan cinta pada hawa
Bidadaripun tersipu
Sementara Malaikat membentang sayap
Mengucap salam penghormatan
Tanda syukur pada Tuhannya
Dan…
Ketika kucoba satukan rasa
Tuk ungkapkan cinta
Semua mencaci
Benci
Mungkin cintaku hanya seserpih debu
Yang berhambur diantara syafir
Namun salahkah aku tuk mencinta
Dan menjadi pecintanya
Cerca dan hina berganti menyambangi hari
Menimbulkan derita dan lara direlung hati
Akankah berbuah kebahagiaan,
Bila Tak kulihat senyuman diwajahnya
JALAN KEHIDUPAN
Kumelangkah dalam resah
Menatap jalan yang makin berliku
Dan hatipun kian bimbang
Terhempas angin ujian
Yang silih berganti
Mataku mengabut melihat jalanku yang tak berujung
Mendaki..
Berbatu..
Dan penuh duri…
Ah, aku tiada melihat cahaya diujung sana
Hanya kabut yang menutup..
Bersama deru angin yang melolong
Ku coba terus telusuri jalan ini
Sembari mengharap
Suatu saat aku akan temukan sinar terang
Yang membuatku tersenyum
Tuk songsong masa depan yang ku harapkan
Dengan kuasa Allah pemilik alam.
MALAM INI AKU TIDAK TAHAJJUD
Ku bercengkrama dengan malam
Menabur harapan pada hujan
Berselimut pada kabut
Yang kian susut
Di ujung malam
Ada syetan merobek iman
Meniup kenikmatan dikedalaman tidur
Melenakan akan kebesaran Tuhan
Mengalun dalam dengkuran panjang
Rasa berat membebani jiwa
Yang menyumbat pada kelopak mata
Ku coba sapa malam
Namun …
Tak kutemukan bintang
Semua kelam
Hanya diriku yang tergolek
Dalam keangkuhan yang tak kunjung padam
Sebab…
Malam ini aku tidak tahajjud. Tuhan
KAU YANG ADA DI HATI…
Dari dulu sampai sekarang kau jauh di mata
Tapi selalu dekat dihati….
Bahkan waktu tak mampu mengubahmu menjadi bayangan
Kau ada
Benar-benar ada
Dalam jiwa
Dalam doaku dan doamu
Memberi nafas semangat satu sama lain
Membingkai kenangan dalam kuburan hati
Mengubah madu menjadi kemasan manis yang menawan
Aku juga akan ada
Dalam hati
Dalam doa
Tak akan pernah hilang lagi
Dan takkan mudah lagi hilang
Untukmu yang ada dalam hati
Aku akan menjadi laki-laki sejati
Membuat permaisuriku menjadi bingkai indah dalam istanaku
Hanya hati yang tau apa yang ada dihati
Bahkan bibirpun tak mampu mengucap
Sepatah kata maupun ribuan kata tak akan mempu menjelaskan hati
Seperti indah yang kau beri
Ikhlas dan harapan mu yang kau janjikan adalah abadi
Karena cinta yang sejati
Kadang memang tak harus memilki
Bukan kah surga itu nyata
Bukankah kita kekal di dalam nya
Jadi tetaplah semangat menghadapi dunia dan tunggu aku disana
MENTARI
Hai mentari pagi
Hari ini kau datang tampak cerah sekali
Engkau datang tiap hari
Untuk sumber energi pribumi
Semua orang berlari pagi
Untuk menyehatkan diri
Tanpa kau, hai mentari
Di seluruh bumi ini
Akan mati tiada lagi
PENGAMEN KECIL
Batang tubuhku sebenarnya tak kuat
tuk menahan teriknya mentari
di tiga lampu berwarna ini
Ku ikhlaskan saja
tuk petik dawai-dawaiku lagi
Demi nasiku hari ini
Demi perutku hari ini
yang kroncongan
Ku mau minta maafku hari ini
Tuk para raja jalanan
Yang berbelas kasihan
Memberiku uang jajan
Doaku Tuhan menyertaimu
Maaf ku, aku terpaksa meminta kepadamu
SIPADAN LIGITAN
Di perbatasan garismu
Aku sayu mendengar beritamu
Lepas dariku, kau kini telah pergi
Berjuta kenangan, kemasyuran
Telah tergantikan
Kemolekanmu , keindahanmu
Kini bukan milikku lagi
Kau telah pergi untuk selamanya di negri orang
Ku juangkan kau di negri seberang
Tapi tetap saja kau menyeberang tuk berperang
Kini kau tinggal kenangan
Di negriku kau kan tetap menjadi
Warisan cerita yang berkesudahan
ANDAIKAN BOLEH MEMINTA
Teringat pesan ibu di hari minggu
saat bus aku tunggu
Dik, jika ayah pulang
kamu ingin apa ?
Aku tidak menjawab, diam
Dik, kamu mau apa ?
Aku masih diam, tak menjawab
Dan ibu pun bosan bertanya
Saat duduk di atas bus tua yang pengap
Aku tetap tak menjawab
Aku hanya bicara pada ibu aku ingin
belaian kasih sayang ayah dan ibu
sampai matahari terbit dari barat
ISTANA LANGIT
Memandang ke angkasa lepas
biru,putih bahkan abu-abu
warnamu menampakkan
Tak terbayang jika manusia
berpijak di atasnya
Apa yang akan dirasa,
senang, gembira pasti bahagia disana.
Memang manusia tak berhak tinggal
Apalagi tidur di istana langit
Hanya Tuhan sang pencipta alam
Yang menguasai jagad raya,
Yang bersemayam didalamnya
Untuk mengatur kehidupan ini
sampai kiamat nanti tiba
BERGURU PADA SEMUT
Hitam, merah berjalan merayap
Menyelinap mencari celah
Mencari makan.
Hitam dan merah tak pernah gerah
Menjunjung makanan bersama sama
Membawa masuk ke istana raja.
Berpesta bersama dalam semangat
yang tetap mempesona.
MU’JIZAT DI ATAS DOA
Segudang harapan manusia
tersimpan dalam kata – kata
Terpanjatkan bersama untaian suara
yang berisi harapan tuk kehidupan
Untukmu para siswa Indonesia,
untaian harapanmu tersimpan dalam doa.
Terus dan teruslah berdoa
mendekatlah kepada sang pencipta
Kuasa ada bersamaNya
Tak perlu kau resah
pabila harapan tidak terwujudkan
Janganlah berputus asa dan tetap berdoa
karena doa adalah mu’jizatNya
IRAMA NUSANTARA
Meliuk, membentang, dan menggejola
Perihalmu menampilkan
Pabila satu, pabila dua, pabila tiga
Itu pastilah berbeda
Sedikit orang yang memperlihatkan
Apalagi mengerti perihalmu beda itu
Tak sedikit darah yang ditumpahkan
ataupun harta dikobarkan
Tuk menebus gejolak iramamu itu
Memang hanya satu yang dapat
meredam ,meluluh, bahkan menyirnakan
Pabila persatuan tertancapkan di irama nusantaramu
BUAT IBU TERCINTA
Ibu,
kala aku beranjak dewasa,
kala aku membutuhkan tempat bertanya,
kenapa Ibu pergi?
Ibu,
ibu tahu tidak kalau aku sedih?
ibu tahu tidak kalau aku takut?
tapi kenapa Ibu pergi?
Ibu,
bicara dong, kenapa cuma diam saja?
memang beban ini cuma milikku saja?
Ibu,
kalau memang begitu adanya,
doakan aku supaya kuat,
doakan aku supaya bijak
dan tidak terinjak-injak…
Dari putrimu
yang sangat menyayangi,
merindukan,
dan membutuhkanmu….
Aku ingin sehat
Badan kurus kering kerontang
tak nafsu makan
Bagaikan bunga-bunga kering
yang beterbangan
Pagi hari yang indah
Harus bangun tanpa gundah
Tinggalkan kelana
Memutar badan berolahraga
Minum dan makan membahana
Menggapai tubuh sehat maha sempurna
KEMERDEKAAN INDONESIA
Aku bisa tertawa
Aku bisa bergaya
Aku bisa berpesta
Aku bisa tamasya
Karena Indonesia telah merdeka
Kemerdekaan yang mahal harganya
yang tak dapat diukur dengan harta
sekalipun segunung, sepulau bahkan sebenua
Kini kewajibanku sebagai anak bangsa
Belajar tekun untuk membangun bangsa
Agar nanti menjadi negara yang kaya raya
Aku ingin….
Pahlawan yang telah gugur dahulu
dapat tertawa lega melihat anak cucunya bahagia
Mereka dapat tidur nyenyak di sisi-Nya
SAAT MATAHARI BERSINAR
Pagi yang sunyi
Hari ini aku terbangun
Aku sujud
Mensyukuri…hembusan nafasku masih menyatu
Dalam ragawi yang fana
Di ufuk timur,
Aku dapat melihat lagi
Sang raja siang bersinar megah
Tahukah kau…
Aku tiada bisa berhenti mengagumi matahari
Panas yang terpancar menyentuh bumi
Semarakan kehidupan
Tanpa matahari
Dunia beku
Hanya salju tebal yang merajai
Tak ada kehidupan
Aku mengagumi matahari
Karena matahari adalah bukti
Betapa hebatnya Tuhan
Tiada yang dapat menandingi Tuhan
Dari balik tirai jendela…
Saat cahaya matahari menyentuh helai dedaunan
Aku lihat…
Sebuah lukisan alam nan indah
INDONESIAKU
Malang nasibmu, Indonesiaku…
tiga setengah abad engkau di jajah
kucuran keringat dan darah, harta sekalipun nyawa di korbankan para pejuang.
66 tahun silam engkau bebas dari penjajahan, kata mereka.
malang nasibmu, indonesiaku…
engkau berada di tangan para penjilat harta dan tahta
sang merahputihpun tetap berkibar di sana, seakan menampar muka para penguasa korup
Burung garudapun tetap bertengger di sana.
Burung garuda berkata “hai penguasa…! turunkan aku dari sini, kau merongrong indonesiaku”
merekapun diam membisu, di anggapnya patung tiada guna.
malang nasibmu, indonesiaku…
mereka berebut kekuasaan…
PAHLAWAN
Di balik dawai dia berjasa,
Bersembunyi namun terdengar,
Pengantar alunan tanpa terpandang,
Deretan nada tercipta oleh getaran,
Tanpa jasa, beliau mengantar ketentraman di keramaian,
Sekarang, alunan tercipta indah,
Mengalun tenang dan menidurkan,
Menidurkan mereka sehingga terbuai kenikmatan,
Tidak ingat pengantar, lupa akan pembawa kenikmatan,
Nikmat, nikmat, dan nikmat..
Tanpa tahu getir pahit sang pengantar kenikmatan..
Kawan… ingatkah kalian akan pahlawan?
UNTUK PAHLAWAN NEGERIKU
Untuk negeriku…
Hancur lebir tulang belulangku
Berlumur darah sekujur tubuh
Bermandi keringat penyejuk hati
Kurela demi tanah air negeriku
Sangsaka merah berani
Putih suci
Melambai-lambai ditiup angin
Air mata bercucuran, menganjungkan doa
untuk pahlawan negeri
Berpijak berdebu pasir
Berderai kasih hanya untuk pahlawan jagad raya
Hanya jasamu bisa kulihat
Hanya jasamu bisa kukenang
Tubuhmu hancur hilang entah kemana
Demi darahmu ….
Demi tulangmu ..
Aku perjuangkan negeriku ini, Indonesia.
SEMANGAT PAHLAWAN
Ku lihat engkau di sana, pahlawan
Tak menyerah patah arang
Tak gentar medan kau lawan
Bersorak-sorai tanda kemenangan
Letih raga kau rasa
Jatuh tanda tak kalah
Di sini ku kan berdoa
Bangkit hadapi menyerang lawan
Tak dengar caci mereka
Berjalan, Tuhan akan berkata
Hamba bersujud berharap
Mentari senyum tanda melawan
Ku lihat engkau di sana, pahlawan
Walau tulang tak lagi menyatu
Tapi jiwa berkata beda
Semangat maju takkan luntur
Kini, mimpi telah usai
Tapi cita takkan berhenti
Perjalanan hidup panjang di sini
Semangat pahlawan kembali
Dan berikut ini adalah kumpulan dari puisi pahlawan yang berasal dari pujangga besar tanah air Chairil Anwar.
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948)
PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
UNTUK IBU PERTIWI
Bukit-bukit di negeriku kini tenggelam
Oleh darah dan air mata
Apa yang dapat dilakukan oleh seorang anaknya yang merantau?
Untuk masyarakatnya yang sengsara?
Apa pula gunanya keluh-kesah
Seorang penyair yang sedang tidak di rumah?
Seandainya rakyatku mati dalam pemberontakan menuntut nasibnya,
Aku akan berkata “Mati dalam perjuangan
Lebih mulia dari hidup dalam penindasan”
Tapi rakyatku tidak mati sebagai pemberontak
Kematian adalah satu-satunya penyelamat mereka,
Dan penderitaan adalah tanah air mereka
Ingatlah saudaraku,
Bahawa syiling yang kau jatuhkan
Ke telapak tangan yang menghulur di hadapanmu,
Adalah satu-satunya jambatan yang menghubungkan
Kekayaan hatimu dengan cinta di hati Tuhan.
Ya itulah sebuah puisi yang dibuat oleh seorang Khalil Gibran, penyair yang terkenal dan hidup dari 1833 sampai 1931. benar-benar puisi ibu yang dapat membuat kita menangis bukan?
IBU PERTIWI…
Jika angin tak lagi berhembus
Jika api tak lagi membara
Jika ar tak lagi mengalir
Jika tanah tak lagi membongkah
Apa kita masih dapat berkata?
Tentang hasrat dan milik
Tentang jiwa dan rasa
Tentang dunia yang dipijak nestapa
Tentang duka menyelimuti langkah
Ibu Petiwi…
Masih adakah celah?
Untuk menyimpan gelisah
Untuk menyembunyikan langkah
Tidak, Bu!
Meskipun celah berongga
Dada kita tetap menganga
Meskipun jari tersembunyi
Mata dan telinga tetap terjaga
Ingatlah…
Wahai Ibu Pertiwi
Kami..,
Putra putri bangsa akan melangkah
Dalam langkah satu dan satu
Bukan melompat
Setelah itu kami terjerat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar