1
Sudah
Terujikah Iman Kita
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ
اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ
كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman
Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan
iman kita, adalah kita harus siap menghadapi
ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan
sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman
kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar
ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita
didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau
menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam
surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada
Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia
menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah
besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman
yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu
wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka
adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal.
(Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan
diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita.
Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati
ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada
kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka
ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya
perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka,
sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ
كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ
مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ
الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ
ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada
yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan
Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan
keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita?
Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila
kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan
orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan
mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka,
tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu.
Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila
dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang
besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat
macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah
Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat
ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak
masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat
dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini
ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim
Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan
dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan
puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang
sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana
kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap
berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak
melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita
Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara
tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana
firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia
khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap
kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya
bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita
yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli
Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju
tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka
seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium
wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim
dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti
halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang
perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan
kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di
rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf
Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan
perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada
wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para
pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar,
pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah
merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk
di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan
menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah
penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari
sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun
sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat
setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya
media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual
para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu
ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap
siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ
امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan
dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain
perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan
terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar
Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk
musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan
sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah
dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun
dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya
telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan
untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan
isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini
berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali
baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia
menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan
siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat,
namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan
orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami
oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama
ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa
keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta
benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika
orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani
Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga
tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya
Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti
apa yang dialami oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama
periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai
baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian
diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu
anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan
dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun
penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para
shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai
tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah
kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam
di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh
mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam
dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas
penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu
nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang
pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha
illallaahu ) لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat
Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi
(dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang
mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini
masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat
yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam
mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi
Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil
pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi
orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu
siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena
dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya
Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar